Minggu, 11 Maret 2012

PENGERTIAN FISAFAT ILMU


PENGERTIAN FISAFAT ILMU
ICHWAN P.SYAMSUDDIN
A. PENGANTAR
Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita. Sukar untuk dibayangkan bagaimana kehidupan manusia seandainya pengetahuan itu tidak ada, sebab pengetahuan merupakan sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Tiap jenis pengetahuan pada dasarnya menjawab jenis pertanyaan tertentu yang diajukan. Oleh sebab itu agar kita dapat memanfaatkan segenap pengetahuan kita semaksimal maka kita harus ketahui jawaban apa saja yang mungkin diberikan oleh suatu pengetahuan tertentu. Atau dengan kata lain, perlu kita ketahui kepada pengetahuan mana suatu pertanyaan tertentu yang harus kita ajukan
            Sekiranya kita bertanya " apakah yang terjadi sesudah manusia mati?", maka pertanyaan itu tidak bisa diajukan kepada ilmu melainkan kepada agama, sebab secara ontologis ilmu membatasi diri kepada pengkajian obyek yang berada dalam lingkup pengalaman manusia, sedangakan agama memasuki pula daerah  penjelajahan yang bersifat transedental yang berada diluar pengalaman kita. Ilmu tidak bisa menjawab pertanyaan itu sebab ilmu dalam tubuh pengetahuan yang disusunnya memang tidak mencakup permasalahan tersebut. Atau jika kita memakai analogi komputer maka komputer ilmu tidak diprogram untuk itu.
            Memang pada hakekatnya manusia mengharapkan jawaban yang benar, dan bukannya sekedar jawaban yang bersifat sembarangan saja. Lalu timbullah masalah, bagaimana cara kita menyusun pengetahuan yang benar? Masalah inilah yang dalam kajian filsafat disebut sebagai epistemology, dan landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah. Dengan kata lain, metode ilmiah adalah cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Lalu apakah yang disebut benar sedangkan dalam khasanah filsafat ada beberapa teori kebenaran?
   Setiap jenis pengetahuan mempunyai ciri-ciri spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi), dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan; jadi ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu dan epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya. Jadi kalau kita ingin membicarakan epistemologi ilmu, maka hal ini harus dikaitkan dengan ontologi dan aksiologi ilmu.
            Agar kita mampu meramalkan dan mengontrol sesuatu maka kita harus mengetahui mengapa sesuatu itu terjadi. Untuk bisa meramalkan dan mengontrol sesuatu maka kita harus menguasai pengetahuan yang menjelaskan peristiwa itu. Dengan demilkian maka penelitian ilmiah diarahkan kepada usaha untuk mendapatkan penjelasan mengenai beberapa gejala alam. Penjelasan yang dituju penelitian ilmiah diarahkan kepada deskripsi mengenai berbagai faktor yang terikat dalam suatu konstelasi yang menyebabkan timbulnya sebuah gejala dan proses atau mekanisme terjadinya gejala itu.

B. PENGERTIAN FILSAFAT ILMU
1.   Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual discipines. (Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.)

2        Lewis White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan)
3        Conny Semiawan at al : filsafat ilmu pada dasarnya adalah ilmu yang berbicara tentang ilmu pengetahuan (science of sciences) yang kedudukannya di atas ilmu lain.
4        The Liang Gie : filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupa manusia. (The Liang Gie dalam Drs.Surajiyo. 2010 h. 46*
5        Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap pendapat-pendapat lampau telah dibuktikan atau dalam kerangka kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.

C. OBYEK MATERIAL DAN FORMAL FILSAFAT ILMU

Obyek Material Filsafat Ilmu adalah : ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara umum.
            Obyek Formal Filsafat Ilmu: adalah hakikat (esensi) ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu itu sesungguhnya? Bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah Apa fungsi ilmu pengetahuan itu bagi manusia? Problem inilah yang dibicarakan dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan, yakni landasan ontologis; epistemologis, dan aksiologis

Dengan penjelasan sbb:
Landasan ontologis pengembangan ilmu, artinya titik tolak penelaahan ilmu pengetahuan didasarkan atas sikap dan pendirian filosofis yang dimiliki oleh seorang ilmuwan. Sikap atau pendirian filosofis secara garis besar dapat dibeda­kan ke dalam dua mainstream, aliran besar yang sangat mempengarui perkem­bangan ilmu pengetahuan, yaitu materialisme dan spiritualisme. Materialism adalah suatu pandangan metafisik yang menganggap bahwa tidak ada hal yang; nyata selain materi. Spiritualisme adalah suatu pandangan metafisika yang menanggap kenyataan yang terdalam adalah roh yang mengisi dan mendasari seluruh alam.

Pengembangan ilmu berdasarkan pada materialisme cenderung pada ilmu-­ilmu kealaman dan menganggap bidang ilmunya sebagai induk bagi pengembangan ilmu-ilmu lain. Dalam perkembangan ilmu modern, aliran ini disuarakan oleh positivisme, sedangkan spiritualisme cenderung pada ilmu-ilmu kerohanian dan menganggap bidang ilmunya sebagai wadah utama bagi titik tolak pengem­bangan bidang-bidang ilmu lain.
Jadi, landasan ontologis ilmu pengetahuan sangat tergantung pada cara pandang ilmuwan terhadap realitas. Manakala realitas yang dimaksud adalah materi, maka lebih terarah pada ilmu-ilmu empiris. Manakala realitas yang dimaksud adalah spirit atau roh, lebih terarah pada ilmu-ilmu humaniora.

Landasan epistemologis pengembangan ilmu, artinya  titik tolak penelahan ilmu pengetahuan didasarkan atas cara dan prosedur dalam memperoleh kebenaran. Dalam hal ini yang dimaksud adalah metode ilmiah. Metode ilmiah secara garis besar dibedakan ke dalam dua kelompok, yaitu siklus empiris untuk ilmu-ilmu kealaman dan metode linier untuk ilmu-ilmu sosial-humaniora. Cara kerja metode siklus empiris meliputi observasi, penerapan metode induksi, melakukan eksperimentasi (percobaan), verifikasi atau pengujian ulang terhadap hipotesis yang diajukan, sehingga melahirkan sebuah teori. Adapun cara kerja metode linier meliputi langkah-langkah antara lain persepsi, yaitu penangkapan indrawi terhadap realitas yg diamati,kemudian disusun sebuah pengertian(konsep) lalu dilakukan prediksi kemungkinan yg terjadi di masa depan

Landasan Aksiologis Ilmu Merupakan sikap etis yang harus dikembangkan oleh seorang ilmuwan ,terutama dalam kaitannya dengan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya.Dengan demikian suatu aktivitas ilmiah senantiasa dikaitkan dengan kepercayaan, idoelogi yang dianut oleh masyarakat atau bangsa, tempat ilmu itu dikembangkan. (Rizal Mustansyir, dkk, 2001)

D. RUANG LINGKUP FILS ILMU MENURUT PARA FILOSOF
Filsafat ilmu telah berkembang pesat sehingga menjadi suatu bidang penge­tahuan yang amat luas dan sangat mendalam. Lingkup filsafat ilmu dari para filsufdapat dijelaskan sebagaimana dikemukakan The Liang Gie (2000) sebagai berikut :
1.Peter Angeles :
   Menurut filsuf ini, filsafat ilmu mempunyai empat bidang konsentrasi yang utama:
   a.Telaah mengenai berbagai konsep, praanggapan, dan metode ilmu, berikut analisis, perluasan, dan penyusunannya untuk memperoleh pengetahuan yang lebih ajeg clan cermat.
      b.Telaah dan pembenaran mengenai proses penalaran dalam ilmu berikut struktur perlambangnya.
      c.Telaah mengenai saling kaitan di antara berbagai ilmu.
      d.Telaah mengenai akibat-akibat pengetahuan ilmiah bagi hal-hal yang ber­kaitan dengan penyerapan dan  pemahaman manusia terhadap realitas, hu­bungan logika dan matematika dengan realitas, entitas teoretis, sumber dan keabsahan pengetahuan, serta sifat dasar kemanusiaan

2.. Cornelius Benjamin
    Filsuf ini membagi pokok soal filsafat ilmu dalam tiga bidang berikut.
   a.Telaah mengenai metode ilmu, lambang ilmiah, dan struktur logis dari sistem perlambang ilmiah.
b.Telaah ini banyak menyangkut logika dan teori pengetahuan, dan teori umum tentang tanda.
      c. Penjelasan mengenai konsep dasar, praanggapan, dan pangkal pendirian ilmu, berikut landasan-landasan empiris, rasional, atau pragmatis yang menjadi tempat tumpuannya. Segi ini dalam banyak hal berkaitan dengan metafisika, karena mencakup telaah terhadap berbagai keyakinan mengenai dunia kenyataan, keseragaman alam, dan rasionalitas dari proses alamiah.
     d. Aneka telaah mengenai saling kait di antara berbagai ilmu dan implikasinya bagi suatu teori alam semesta seperti misalnya idealisme, materialisme, monisme, atau pluralisme.

3. ARTHUR DANTO : Filsuf ini menyatakan, Lingkupan filsafat ilmu cukup luas mencakup pada kutub yang satu, Yaitu persoalan-persoalan konsep yang demikian erat bertalaian dengan ilmu itu sendiri, sehingga pemecahannya dapat seketika dipandang sebagai suatu sumbangan kepada ilmu daripada kepada fiLsafat, dan Pada kutub yang lain Persoalan-persoalan begitu umum dengan suatu pertalian filasafati sehingga pemecahannya akan  merupakan suatu sumbangan kepada metafisika atau epistimologi seperti kepada filsafat  ilmu  yang sesugguhya.-Begitu pula  rentangan  masalah yang diselidiki oleh filusof-filosof  ilmu dapat demikian sempit sehingga menyangkut keterangan tentang sesuatu konsep tunggal yang dianggap penting dalam suatu cabang ilmu tunggal, dan begitu umum sehingga bersangkutan dengan ciri-ciri struktural yang tetap bagi semua cabang ilmu yang diperlakukan sebagai suatu himpunan.

4. Edward Madden
    Filsuf ini berpendapat  ada tiga bidang yang merupakan bahan Perbincangannya Yaitu.:
     - probabilitas 
     -Induksi
     - Hipotesis
5. Ernest Nagel
    Hasil penyelidikannya filsuf ini menyimpulkan bahwa filsafat ilmu mencakup tiga  bidang luas:
    - Pola logis yang ditunjukkan oleh penjelasan dalam ilmu.
     - Pembentakan konsep ilmiah.
     - Pembuktian keabsahan kesimpulan ilmiah.

E. MANFAAT BELAJAR FILSAFAT  ILMU :
            filsafat ilmu sebagai cabang filsafat yang membicarakan tentang hakikat secara umum mengandung manfaat sebagai berikut:
   1. filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah. Maksudnya seorang ilmuwan harus memiliki sikap kritis terhadap bidang ilmunya sendiri, sehingga dapat meng­hindarkan diri dari sikap solipsistik, yakni menganggap hanya pendapatnya yang paling benar
   2. Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi metode keilmuan. Sebab kecenderungan yang terjadi di kalangan ilmuwan menerapkan suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan strktur ilmu pengetahuan itu sendiri. Satu sikap yang diperlukan di sini adalah menerapkan metode ilmiah yang sesuai dengan struktur ilmu pengetahuan bukan sebaliknya.
  3.  Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Setiap metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawab secara logis-rasional, agar dapat dipahami dan dipergunakan secara umum 

F. IMPLIKASI MEMPELAJARI FILSAFAT  ILMU:
Implikasi mempelajari filsafat ilmu seperti yang diuraikan Rizal Mus dkk., (2001) adalah sebagai berikut:
1.Bagi seseorang yang mempelajari filsafat ilmu diperlukan pengetahuan yang memadai tentang ilmu, baik ilmu alam maupun ilmu sosial, supaya para ilmuwan memiliki landasan berpijak yang kuat. Ini berarti ilmu sosial perlu mempelajari ilmu-ilmu kealaman secara garis besar, demikian pula seorang Ahli ilmu kealaman perlu memahami dan mengetahui secara garis besar tentang ilmu-ilmu sosial. Dengan demikian antara ilmu yang satu dengan lainnya saling menyapa, bahkan dimungkinkan terjalinnya kerjasama yang harmonis untuk memecahkan persoalan-persoalan kemanusiaan.
 2.Menyadarkan seorang ilmuwan agar tidak terjebak ke dalam pola pikir "menara gading", yakni hanya   berpikir murni dalam bidangnya tanpa mengaitkannya dengan kenyataan yang ada di luar dirinya. Padahal setiap aktivitas keilmuan nyaris tidak dapat dilepaskan dari konteks kehidupan sosial-kemasyarakatan.

DAFTAR PUSTAKA

Jujun S. Suriasumantri, (2005) Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: sinar Harapan

The Liang Gie (1991) Pengantar Filsafat Ilmu , Yogyakarta, Liberty.

Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM(1996) : Filsafat Ilmu  sebagai dasar

Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta, Liberty.

Suparlan Suhartono (2005): Filsafat Ilmu Pengetahuan Persoalan eksistensi dan Hakikat Ilmu Pengetahuan ,Yogyakarta Ar Ruzz Media.

Jerome R.Ravertz (1982) : Filsafat Ilmu ,Sejarah & Ruang Lingkup Bahasan : Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Drs. Surajiyo  (2010) : Filsafat Ilmu & Perkembangannya di Indonesia suatu Pengantar: Jakarta , Bumi akasara.

Drs. H.A.Fuad Ihsan (2010): Filsafat Ilmu . Jakarta, Rineka Cipta.

Conny Semiawan at al ( 1998) Dimensi Kreatif dalam filsafat Ilmu, Bandung : Cv Remaja Karya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar