Selasa, 26 Juni 2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Islam adalah agama yang dianut kurang lebih
dua ratus juta orang di asia tenggara, yang berpusat di sebuah kepulauan muslim
yang tersebar mulai dari Thailand Selatan melalui Malaysia dan Indonesia dan
sampai bagian utara Brunai Darussalam dan Filipina Selatan. Ada banyak teori
yang ditawarkan mengenai awal datangnya islam ke Indonesia. Dan begitu juga
tarekat (sufisme) di kepulauan ini dengan sebagian besar perdebatan terpusat
perihal daerah terjadinya islamisasi yang pertama.[1][1]
Beranjak dari penjelasan tadi penulis
persembahkan sebuah makalah (karya tulis) yang berjudul “sejarah perkembangan
tasawuf dan tarekat di indonesia”. Penulis mengharapkan makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca semua, terutama bagi penulis sendiri.. Dengan demikian,
tak lupa penulis ucapkan terimakasih, kepada para pembaca. Semoga Allah
memberkahi makalah ini sehingga benar-benar bermanfaat.
B. RMUSAN MASALAH
1.
Apa
pengertian tarekat dan tasawwuf?
2.
Apa hubungan tarekat dan tasawuf?
3.
Bagaimanakah perkembangan tarekat dan tasawuf
di Indonesia?
4. Apa pengaruh tarekat dan tasawuf terhadap
pemikiran islam di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian tasawuf dan
Tarekat, serta hubungan antara keduanya
Sebenarnya terjadi
perbedaan pendapat mengenai asal mula kata tasawuf, namun kami akan mengambil
pendapat yang terbaik berdasarkan apa yang telah penulis pelajari.Secara
ethimologi, tasawwuf berasal dari bahasa Arab yaitu kata shuuf yang berarti bulu. Pada waktu itu para ahli tasawwuf memakai
pakaian dari bulu domba sebagai lambang merendahkan diri.[2][2] Sedangkan secara
terminologi, para sufi dalam mendefinisikan tasawwuf itu sendiri sesuai dengan
pengalaman batin yang telah mereka rasakan masing-masing. Dan karena dominannya ungkapan batin ini, maka menjadi
beragamnya definisi yang ada. Sehingga sulit mengemukakan definisi yang menyeluruh.
Dari beberapa defines
para sufi, Noer Iskandar mendefinisikan
bahwa tasawwuf adalah kesadaran murni (fitrah) yang mengarahkan jiwa yang benar kepada amal dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah sedekat mungkin.[3][3]Tarekat berasal dari
bahasa Arab : tarekaq, jamaknya tara’iq. Secara etimologi berarti : (1) jalan,
cara (al-kaifiyyah); (2) metode, sistem (al-uslub); (3) mazhab, aliran, haluan
(al-mazhab)[4][4] Menurut istilah
…tarekat berarti perjalanan seorang saleh (pengikut tarekat) menuju Tuhan
dengan cara menyucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh oleh seseorang
untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Tuhan. Istilah ini kemudian
berkembang menjadi organisasi yang tumbuh seputar metode sufi yang khas,[5][5] atau institusi yang
menaungi paham tasawwuf .
Dari pengertian diatas,
tampaklah pertalian yang sedemikian erat antara tasawwuf dan tarekat, bahwa antara keduanya tampak sulit
dibedakan dan tak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lain.[6][6] Tasawwuf adalah
sebuah ideologi dari institusi yang menaunginya, yaitu tarekat. Atau dengan
kata lain, tarekat merupakan madzhab-madzhab dalam tasawwuf. Dan tarekat merupakan implementasi dari suatu ajaran
tasawwuf yang kemudian berkembang menjadi
sebuah organisasi sufi dalam rangka mengimplementasikan suatu ajaran
tasawwuf secara bersama-sama.
2. Sejarah perkembangan tasawwuf dan
tarekat di Indonesia
Penyebaran islam berkembang secara
spektakuler di Negara-negara asia tenggara berkat peranan dan kontribusi
tokoh-tokoh tasawwuf adalah kenyataan yang diakui oleh hampir mayoritas
sejarawan dan peneliti. Hal itu di sebabkan
oleh sifat-sifat dan sikap kaum sufi yang lebi kompromis dan penuh kasih
sayang. Tasawuf memang memiliki kecenderungan manusia yang terbuka dan
berorentasi cosmopolitan.
Tentang proses pertama masuknya Islam, ada
beberapa teori tentang para pelopor dakwah Islam pertama di Indonesia (India,
Persia, dan Arab) serta pengaruhnya terhadap dunia tasawuf di tanah air.
Berdasarkan fakta sejarah yang akurat, Dr. Alwi memaparkan bahwa para pelopor
dakwah Islam pertama di Indonesia berasal dari Arab, dari keturunan Imâm Ahmad
ibn ‘Isâ al-Muhâjir al-‘Alawî (cucu Imâm Ja’far ash-Shâdiq).
Kesimpulan ini membantah pandangan yang
sudah jamak diketahui bahwa penyebar awal Islam di tanah air adalah pedagang
gujarat. India hanya sebagai tempat pemberangkatan orang-orang Arab yang
kemudian melanjutkan ke kota Timur Jauh. Terbukti, dari nama kota itu “malibar”
sebagai alihan dari kata Arab, ma’bar.[7][7]
Islam di Asia Tenggara mengalami tiga tahap
: Pertama, Islam disebarkan oleh para pedagang yang berasal dari
Arab, India, dan Persia disekitar pelabuhan (Terbatas). Kedua :
datang dan berkuasanya Belanda di Indonesia, Inggris di semenanjung Malaya, dan
Spanyol di Fhilipina, sampai abad XIX M; Ketiga : Tahap liberalisasi
kebijakan pemerintah Kolonial, terutama Belanda di Indonesia.[8][8] Indonesia yang
terletak di antara dua benua dan dua samudra, yang memungkinkan terjadinya
perubahan sejarah yang sangat cepat. Keterbukaan menjadikan pengaruh luar tidak
dapat dihindari. Pengaruh yang diserap dan kemudian disesuaikan dengan budaya
yang dimilikinyam, maka lahirlah dalam bentuk baru yang khas Indonesia.
Misalnya : Lahirnya tarekat Qadiriyah Wa Naqsabandiyah, dua tarekat yang
disatukan oleh Syaikh Ahmad Khatib As-Sambasy dari berbagai pengaruh budaya
yang mencoba memasuki relung hati bangsa Indonesia, kiranya Islam sebagai agama
wahyu berhasil memberikan bentukan jati diri yang mendasar. Islam berhasil
tetap eksis di tengah keberadaan dan dapat dijadikan symbol kesatuan. Berbagai
agama lainnya hanya mendapatkan tempat disebagian kecil rakyat Indonesia.
Keberadaan Islam di hati rakyat Indonesia dihantarkan dengan penuh kelembutan
oleh para sufi melalui kelembagaan tarekatnya, yang diterima oleh rakyat
sebagai ajaran baru yang sejalan dengan tuntutan nuraninya.[9][9]
Adapun tarekat-tarekat yang masuk dan
berkembang di Indonesia yaitu
1. Tarekat Qadiriyah.
Qadiriiyah adalah nama tarekat yang diambil
dari nama pendirinya yaitu Abdul al-Qadir Jailani yang terkenal dengan sebutan
Syeikh Abd al-Qadir Jila al-Gawast al-Auliya.beliau lahir di sebuah kota kecil,
jailan, thabaristan pada tahun 471 H(1077 M). Tarekat ini menempati posisi yang
amat penting dalam sejarah spritualitas Islam, karena tidak saja sebagai pelopor
lahirnya organisasi tarekat, tetapi juga cikal bakal munculnya berbagai cabang
tarekat di dunia. Kedati struktur organisasinya baru muncul beberapa dekade
setelah kematiannya.
2. Tarekat Syaziiliyah
Pendirinya yaitu Abu al-Hasan
Al-Syadzi>li. Nama legkapnya adalah Ali ibn Abdullah bin Abd Jabbar Abu
Al-Hasan alsyadziili.[10][10] Beliau dilahirkan di
desa Ghumarra. Terekat ini berkembang pesat antara lain di Tunisia, Mesir,
Sudan, suriah dan semenanjung Arabiyah, masuk Indonesia khususnya di Wilayah
Jawa tengah dan Jawa Timur.[11][11] Adapun pemikiran
pemikiran terkat al-Syaziliyah antara lain : Pertama, Tidak menganjurkan
kepada muridnya untuk meninggalkan profesi dunia. Pandangannya mengenai
pakaian, makanan dan kendaraan, akan menumbuhkan rasa syukur kepada Allah SWT.
Meninggalkannya yang berlebihan akan menimbulkan hilangnya rasa syukur, dan
berlebihan dalam memanfaatkan dunia akan membawa kepada kezaliman.[12][12] Kedua, Tidak
mengabaikan dalam menjalankan syariat Islam. Ketiga, Zuhud tidak berarti
harus menjauhi dunia karena pada dasarnya zuhud adalah mengosongkan hati dari
selain Tuhan.. Keempat, Tidak ada larangan bagi kaum salik untuk menjadi
Miliuner yang kaya raya, asalkan hatinya tidak tergantung pada harta yang
dimilikinya. Seorang boleh saja mencari harta, namun jangan menjadi hamba
dunia. Kelima, Berusaha merespon apa yang sedang mengancam kehidupan
umat , berusaha menjembatani antara kekeringan spiritual yang dialami oleh
banyak orang yang hanya sibuk dengan urusan duniawi. Menurut ajaran tarekat
Syaziliyah mudah dalam perkara ilmu dan akal. Ajaran serta latihan–latihan
penyucian dirinya tidak rumit dan tidak berbelit-belit. Yang dituntut dari para
pengikutnya adalah meninggalkan maksiat, harus memelihara segala yang
diwajibkan oleh Allah SWT dan mengerjakan ibadah-ibadah yang disunnahkan
sebatas kemampuan tanpa paksaan. Bila telah mencapai tingkat yang lebih tinggi,
maka wajib melakukan zikrullah sekurang-kurangnya seribu kali dalam sehari
semalam dan juga harus beristigfar sebanyak seratus kali dan membaca shalawat
terhadap nabi Muhammad SAW sekurang kurangnya seratus kali sehari semalam.[13][13]
3. Tarekat Naqsyabandiyah
Pendiri tarekat ini adalah Muhammad bin
Muhammad Bah al-Din al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi. Lahir di Qashrul Arifah.[14][14] Ia mendapat gelar Syah
yang menunjukkan posisinya yang penting sebagai pemimpin spiritual. Ia belajar
Ilmu Tarekat pada Amir Sayyid Kulal al-Bukhari. Dari sinilah ia pertama belajar
tarekat. Pada dasarnya tarekat ini bersumber dari Abu Ya’qub Yusuf al-Hamdani,
seorang sufi yang hidup sezaman dengan Abdul Qadir Jailani.[15][15] Pusat perkembangan
Tarekat Tarekat Naqsyabandiyah adalah di Asia Tengah, ke Turki, India, Mekkah
termasuk ke Indonesia, melalui Jemaah Haji yang pulang ke Indonesia. Dalam
perkembangannya mengalami pasang surut. Hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain : Gerakan Pembaharuan dan politik. Penaklukan Makkah oleh
Abd al-Aziz bin Saud berakibat besar terhambatnya perkembangan tarekat
Naqsabandiyah. Karena sejak saat itu kepemimpinan di Makkah diperintah oleh
kaum Wahaby yang mempunyai pandangan buruk terhadap tarekat.
Sejak itu tertutuplah kemungkinan untuk
mengajarkan tarekat ini di Makkah bagi Jamaah haji khususnya dari Indonesia
yang setiap dari generasi banyak dari mereka masuk tarekat.[16][16]Tarekat Naqsabandiyah
mempunyai beberapa tata cara peribadatan, teknik spiritual dan ritual
tersendiri, antara lain adalah : Pertama, Husy dar dam , Suatu latihan
konsentrasi dimana seorang harus menjaga diri dari kehkilafan dan kealpaan
ketika keluar masuk nafas, supaya hati selalu merasakan kehadiran Allah SWT . Kedua,
Nazhar bar Qadam, “Menjaga langkah”. Seorang murid yang sedang menjalani
khalwat suluk, bila berjalan harus menundukkan kepala , melihat kearah kaki.
Dan apabila duduk, tidak memandang ke kiri atau ke kanan. Ketiga, Safar
dar wathan.” Melakukan perjalan di tanah kelahirannya”. Maknanya melakukan
perjalanan bathin dengan meninggalkan segala bentuk ketidak sempurnaannya
sebagai manusia menuju kesadaran akan hakikatnya sebagai mahluk yang mulia. Keempat,
Khalwat dari anjuman, ” Sepi di tengah keramaian”. Kelima, Yad krad, ”
Ingat atau menyebut”. Berzikir terus menerus mengingat Allah, baik zikir Ism
al-Dzat (menyebut nama Allah) maupun zikir naïf Itsbat ( Menyebut La Ilaha Illa
Allah )
4. Tarekat Khalwatiyah.
Nama
tersebut diambil dari nama seorang sufi ulama dan pejuang Makassar yaitu
Muhammad Yusuf bin Abdullah Abu Mahasin al-Taj al-Khalwaty al-Makassary.[17][17] Sekarang terdapat dua cabang terpisah dari
tarekat ini yang hadir bersama kita. Keduanya dikenal dengan nama Tarekat
Khalwatiyah Yusuf dan Khalwatiyah Samman. Tarekat Khalwatiyah ini hanya
menyebar dikalangan orang Makassar dan sedikit orang bugis. Para khalifah yang
diangkat terdiri dari orang Makassar sehingga secara etnis tarekat ini
dikaitkan dengan suku tersebut. Beliau yang pertama kali menyebarkan tarekat
ini ke Indonesia. Guru beliau Syaikh Abu al- Baraqah Ayyub al-Kahlwati
al-Quraisy. bergelar ” Taj al- Khalwaty” sehingga namanya menjadi Syaikh Yusuf
Taj al-Khalwaty. Al-Makassary dibaiat menjadi penganut Tarekat Khalwatiyah di Damaskus
Ada indikasi bahwa tarekat yang dijarkan merupakan penggabungan dari beberapa
tarekat yang pernah ia pelajari, walaupun Tarekat Khalwatiyah tetap yang paling
dominan. Adapun dasar ajaran Tarekat khalwatiyah adalah : Pertama, Yaqza
maksudnya kesadaran akan dirinya sebagai makhluk yang hina di hadapan Allah
SWT. Yang maha Agung. Kedua, Taubah Mohon ampun atas segala dosa. Ketiga,
Muhasabah, menghitung-hitung atao introspeksi diri. Keempat, Inabah,
berhasrat kembali kepada Allah. Kelima, Tafakkur Merenung tentang
kebesaran Allah. Keenam, I’tisam selalu bertindak sebagai Khalifah Allah
di bumi. Ketujuh, Firar Lari dari kehidupan jahat dan keduniawian yang
tidak berguna. Kedelapan, Riyadah melatih diri dengan beramal
sebanyak-banyaknya. Kesembilan, Tasyakur, selalu bersyukur kepada Allah
dengan mengabdi dan memujinya. Kesepuluh, Sima’ mengkonsentrasikan
seluruh anggota tubuh dan mengikuti perintah-perintah Allah terutama
pendengaran.[18][18]
5. Tarekat Syattariyah.
Pendirinya tarekat Syaikh Abd Allah
al-Syathary. Jika ditelusuri lebih awal lagi tarekat ini sesunggguhnya memiliki
akar keterkaitan dengan tradisi Transoxiana, karena silsilahnya terhubungkan
kepada Abu Yazid al-Isyqi, yang terhubungkan lagi kepada Abu yazid al- Bustami
dan Imam Ja’far Shadiq. Tidak mengherankan kemudian jika tarekat ini dikenal
dengan nama Tarekat Isyqiyyah di Iran, atau Tarekat Bistamiyah di Turki
Utsmani. Sekitar abad ke lima cukup popular di Wilayah Asia Tengah, sebelum
akhirnya memudar dan pengaruhnya digantikan oleh Tarekat Naqsabandiyah. Tarekat
Syattariyah menonjolkan aspek dzikir dalam ajarannya. Para pengikut tarekat ini
mencapai tujuan-tujuan mistik melalui kehidupan asketisme atau zuhud. Untuk
menjalaninya seseorang terlebih dahulu harus mencapai kesempurnaan pada tingkat
akhyar (orang yang terpilih) dan Abrar (orang yang terbaik). Ada sepuluh aturan
yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tarekat Syattariyah ini, Sebagaimana
yang di kutip dalam Ensiklopedi Islam yaitu :
Tobat, Zuhud, Tawakkal, Qanaah, Uzlah, Muraqabah, Sabar, Ridha, Dzikir dan
Musyaahadah (menyaksikan Keindahan, kebesaran dan kemuliaan AllahSWT Dzikir
dalam Tarekat Syattariyah terbagi ke dalam tiga kelompok yaitu : Kesatu,
Menyebut nama-nama Allah SWT yang berhubungan dengan keagungan-Nya, Kedua,
menyebut nama-nama Allah SWT yang berhubungan dengan Keindahan-Nya, Ketiga,
menyebut nama-nama Allah SWT yang merupakan gabungan dari kedua sifat tersebut.
6. Tarekat Sammaniyah.
Didirikan oleh Muhammad bin Abdul Karim
al-Madani al-Syafi’i al-samman, lahir di Madinah dari keluarga Quraisy. Di
kalangan muridnya ia lebih di kenal dengan nama al-Sammany atau Muhammad
Samman. Beliau banyak menghabiskan hidupnya di Madinah dan tinggal di rumah
bersejarah milik Abu Bakar As-siddiq. Guru–guru beliau Muhammad Hayyat seorang
muhaddits di Haramain sebagai penganut tarekat Naqsyabandiyah, Muhammad bin
Abdul Wahhab, seorang penentang bid’ah dan praktik-praktik syirik serta pendiri
Wahabiyah. Muhammad Sulaiman Al-Qurdi, Abu Thahir Al-Qur ani, Abdul Allah
Al-Basri, dan Mustafa bin Kamal Al-Din Al-Bakri. Mustafa bin kamal Al-Din
al-Bakri (Mustafa Al-Bakri) adalah guru bidang tasauf dan tauhid dan merupakan
Syaikh Tarekat Khalwatiyah yang menetap di Madinah. Samman membuka cabang
tarekat Al-Muhammadiyah. Samman belajar tarekat Khalwatiyah, Naqshabandiyah,
Qadiriyah, Syadziliyah. Dengan masuk menjadi murid tarekat Qadiriyah ia dikenal
dengan nama Muhammad Bin Abdul Karim Al-Qadiri Al-Samman dalam perjalanan
belajarnya itu ternyata tarekat Naqsabandiyah juga banyak mempengaruhinya,
sementara itu tarekat Syadziliyah juga dipelajari oleh Samman sebagai Tarekat
yang mewakili tradisi tasauf Maghribi. Dari beberapa ajaran tarekat yang
dipelajarinya, Samman akhirnya meracik tarekat tersebut, termasuk memadukan
tekhnik-tekhnik zikir, bacaan bacaan, dan ajaran mistis lainnya, sehingga
menjadi satu nama tarekat yaitu tarekat Sammaniyah. Tarekat Sammaniyah ini juga
berkembang di Nusantara, menurut keterangan dari Snouck Haugronje selama
tinggal di Aceh, ia menyaksikan tarekat ini telah dipakai oleh masyarakat
setempat.[19][19] selain itu Tarekat ini
juga banyak berkembang di daerah lain terutama di Sulawesi selatan. Dan menurut
keterangan Sri Muliyati bahwa dapat dipastikan bahwa di daerah Sulawesi
Selatanlah Tarekat Sammaniyah yang terbanyak pengikutnya hingga kini.[20][20]
Ajaran-ajaran pokok yang terdapat Tarekat
ini adalah :
- Tawassul, Memohon berkah kepada
pihak-pihak tertentu yang dijaadikan wasilah(perantara) agar maksud bisa
tercapai. Obyek tawasul tarekat ini adalah Nabi Muhammad, keluarganya,
para sahabatnya, asma-asma Allah, para Auliya, para ulama Fiqih, para ahli
Tarekat, para ahli Makrifat, kedua orang tua
- Wahdat al-Wujud, merupakan tujuan
akhir yang mau di capai oleh para sufi dalam mujahadahnya.Wahdatul wujud
merupakan tahapan dimana ia menyatu dengan hakikat alam yaitu Hakikat
Muhammad atau nur Muhammad
- Nur Muhammad . Nur Muhammad merupakan
salah satu rahasia Allah yang kemudian diberinya maqam. Nur Muhammad
adalah pangkal terbentuknya alam semesta dan dari wujudnya terbentuk
segala makhluk
- Insan Kamil, dari segi syariat Wujud
Insan kamil adalah Muhammad dan sedang dari segi hakekat adalah Nur
Muhammad atau hakekat Muhammad, Orang Islam yang berminat menuju Tuhan
sampai bertemu sampai bertemu denganya harus melewati koridor ini yaitu
mengikuti jejak langkah Muhammad.
7. Tarekat Tijaniyah
Didirkan oleh syaikh Ahmad bin Muhammad
al-Tijani, lahir di ‘Ain Madi, Aljazair Selatan, dan meninggal di Fez, Maroko.
Syaikh Ahmad Tijani diyakini sebagai wali agung yang memiliki derajat
tertinggi, dan memiliki banyak keramat, menurut pengakuannya, Ahmad Tijani
memiliki Nasab sampai kepada Nabi Muhammad . Silsilah dan garis nasabnya adalah
Sayyid Ahmad bin Muhammad bin Salim bin al-Idl bin salim bin Ahmad bin Ishaq
bin Zain al Abidin bin Ahmad bin Abi Thalib, dari garis sitti Fatimah al-Zahra
binti Muhammad Rasulullah SAW. Ahmad Tijani lahir dan di besarkan dalam
lingkungan tradisi keluarga yang taat beragama. Beliau memperdalam ilmu
kepada para wali besar di berbagai Negara seperti Tunis, Mesir, Makkah,
Medinah, Maroko. Kunjungan itu untuk mecari ilmu-ilmu kewalian secara lebih
luas, sehingga ia berhasil mencapai derajat kewalian yang sangat tinggi. Selanjutnya
tarekat ini berkembang di Negara Afrika seperti Sinegal, Mauritania, Guinea,
Nigeria, dan Gambia, bahkan sampai ke luar Afrika termasuk Saudi Arabia dan
Indonesia.
Tarekat Tijaniah masuk ke Indonesia tidak
diketahui secara pasti, tetapi ada fenomena yang menunjukkan gerakan awal
Tarekat Tijaniyah yaitu : Kehadiran Syaikh Ali bin Abd Allah al-Thayyib dan
adanya pengajaran Tarekat Tijaniyah di Pesantren Buntet Cirebon. Kehadiran
Syaikh Ali bin Abd Allah al-Thayyib tidak diketahui secara pasti tahunnya.
Menurut penjelasan GF. Pijper dalam buku Fragmenta Islamica: Beberapa tentang
Studi tentang Islam di Indonesia abad 20 sebagaimana yang di kutip oleh Sri
Muliyati bahwa Syaikh Ali bin Abd Allah al-Thayyib datang pertama kali ke
Indonesia, saat menyebarkan Tarekat Tijaniyah ini di Tasikmalaya.
Berdarkan kehadiran Syaikh Ali bin Abd
Allah al-Thayyib ke pulau Jawa, maka Tarekat Tijaniyah ini diperkirakan datang
ke Indonesia pada awal abad ke 20 M. namun menurut Pijper, sebelum tahun 1928
Tarekat Tijaniyah belum mempunyai pengikut di pulau jawa. Pijper menjelaskan
bawha Cirebon merupakan tempat pertama diketahui adanya gerakan tarekat
Tijaniyah. Pada bulan Maret 1928 pemerintah Kolonial mendapat laporan bahwa ada
gerakan keagamaan yang dibawa oleh guru agama ( Kiyai) yag membawa ajaran
Tarekat baru yaitu Tijaniyah.
Dari Cirebon ini kemudian menyebar secara
luas ke daerah-daerah di pulau Jawa melalui murid-murid pesantren Buntet ini.
Perkembanga tarekat ini pada akhirnya bukan hanya dari pesantren Buntet di
Cirebon tetapi juga dari luar Cirebon. Seperti Tasikmalaya, Brebes dan Ciamis.
Selanjutnya Mengenai ajaran ajaran Tarekat ini, pada dasarnya hampir sama
dengan tarekat-tarekat yang telah berkembang sebelumnya pendekatan kepada Allah
melalui Dzikir. Ajaran Tarekat ini cukup sederhana, yaitu perlu adanya
perantara wasilah) antar manusia dan Tuhan. Perantara itu adalah dirinya
sendiri dan para pengganti/wakil/naibnya. Pengikut-pengikutnya dilarang keras
mengikuti guru-guru lain yang manapun , bahkan ia dilarang pula untuk memohon
kepada wali dimanapun selain diriya. Secara umum amalan zikir (wirid) dalam
Tarekat Tijaniyah terdiri dari tiga unsur pokok yaitu, Istigfar, Shalawat, dan
Hailalah. Inti ajaran zikir dalam Tarekat Tijaniyah adalah sebagai upaya
mengosongkan jiwa dari sifat-sifat lupa terhadap Allah dan mengisinya secara
terus menerus dengan menghadirkan jiwa kepada Allah SWT melalui zikir terhadap
zat, sifat-sifat, hukum-hukum dan perbuatan Allah. Zikir tersebut mencakup dua
bentuk, yaitu zikir bil al-Lisan dan zikir bi al-Qalb. Adapun bentuk amalan wirid Tarekat Tijaniyah terdiri
dari dua jenis yaitu, Wirid Wajibah dan wirid Ikhtiyaariyah, Wirid Wajibah
yakni wirid yang wajib diamalkan oleh setiap murid Tijaniyah, tidak boleh tidak
dan menjadi ukuran sah atau tidaknya
menjadi murid Tijaniyah. Wirid Ikhtiyariyah yakni Wirid yang tidak mempunyai ketentuan kewajiban untuk mengamalkannya, dan tidak menjadi ukuran syarat sah atau tidaknya menjadi murid Tijaniyah. Wirid Wajibah ini terbagi lagi menjadi tiga yaitu (1)Wirid Lazimah, (2)Wirid Wadzifah, (3)Wirid hailalah.
menjadi murid Tijaniyah. Wirid Ikhtiyariyah yakni Wirid yang tidak mempunyai ketentuan kewajiban untuk mengamalkannya, dan tidak menjadi ukuran syarat sah atau tidaknya menjadi murid Tijaniyah. Wirid Wajibah ini terbagi lagi menjadi tiga yaitu (1)Wirid Lazimah, (2)Wirid Wadzifah, (3)Wirid hailalah.
8. Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah,
Tarekat ini adalah merupakan tarekat
gabungan dari tarekat Qadiriyah dan Tarekat Naqsyabandiyah (TQN). Tarekat
Qadiriyah Naqsyabandiyah yang terdapat di Indonesia bukanlah hanya merupakan
suatu penggabungan dari dua tarekat yang berbeda yang diamalkan bersama-sama.
Tarekat ini lebih merupakan sebuah tarekat yang baru dan berdiri yang di
dalamnya unsur-unsur pilihan dari Qadiriyah dan juga Naqsyabandiyah telah dipadukan
menjadi sesuatu yang baru. Tarekat ini didirikan oleh OrangIndonesia Asli yaitu
Ahmad Khatib Ibn al-Ghaffar Sambas, yang bermukim dan mengajar di Makkah pada
pertengahan abad kesembilan belas.[21][21] Bila dilihat dari perkembangannya Tarekat
ini bisa juga disebut “Tarekat Sambasiyah” Tapi Nampaknya Syaikh al-Khatib
tidak menamakan tarekatnya dengan namanya sendiri. berbeda dengan guru-gurunya
yang lain yang memberikan nama tarekatnya sesuai dengan nama pengembangnya.[22][22] Sebagaimana kebiasaan
ulama-ulama sebelumnya untuk memperdalam ilmu agama, kiranya mereka berangkat
ke Makkah untuk memperdalam ilmu yang mereka miliki. Demikian pula halnya
dengan Ahmad Khatib, ia berangkat ke Makkah untuk belajar Ilmu-ilmu Islam
termasuk tasawuf dan mencapai posisi yang sangat di hargai diantara
teman-temannya dan kemudian menjadi seorang tokoh yang berpengaruh di seluruh
Indonesia. Diantara gurunya adalah Syaikh Daud bin Abd Allah bin Idris al
Fatani, Syaikh Muhammad Shalih Rays, selain itu ia juga banyak mengikuti dan menghadiri
kuliah-kuliah yang diberikan oleh Syaikh Bishry al-Jabaty, Sayyid ahmad
al-Marzuki, Sayyid abd Allah ibn Muhammad al- Mirghany.
Sebagaimana di singgung sebelumnya bahwa
tarekat ini mengambil dua nama tarekat yang telah berkembang sebelumnya yaitu
Qadiriyah dan Naqsabandiyah. Tarekat Qadariyah sendiri dibangun oleh Abd Qadir
Jilai yang mengacu pada tradisi Mazhab Iraqy yang dikembangkan oleh al-Junaid,
sedangkan Tarekat Naqsyabandiyah dibangun oleh Muhammad bin Muhammad Bah al-Din
al-Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi yang didasarkan kepada tradisi al-Khurasany
yang dipelopori oleh al-Bisthami. Di samping itu keduanya juga mempunyai
cara-cara yang berbeda terutama dalam
menerapkan cara dan teknik berzikir. Qadiriyah lebih mengutamakan pada
penggunaan cara-cara zikir keras dan jelas ( dzikr Jahr ), dalam menyebutkan
Nafy dan Itsbath, yakni Kalimat La Ilaaha Illa Allah. Sementara
Naqsyabandiyah lebih suka memilih dzikir dengan cara yang lembut dan samar (
Dzikr Khafy), pada pelafalan Ism al-Dzat,Yakni Allah-Allah-Allah. Tarekat ini
mengajarkan tiga syarat yang harus dipenuhi orang yang sedang berjalan menuju
Allah, yaitu zikir diam dalam mengingat , merasa selalu diawasi oleh Allah di
dalam hatinya dan pengabdian kepada Syaikh.[23][23]Aturan dzikir yang
telah diformulasikan oleh Syaikh Ahmad Khatib pada Tarekat
Qadiriyah-Naqsabandiyah dalam bentuk Nafyi wa Itsbat atau dengan Ism
al-Dza, merupaka satu bentuk bimbingan praktis yang didorong dan didasari
ayat-ayat Al-Qur’an. Sehingga Thariqah, jalan spritualnya diformulasikan
sedemikian rupa sehingga berzikir (mengingat Allah) menjadi lebih efektif,
mudah dirasakan dan diresapkan dalam hati orang yang melakukannya, baik dalam
bentuk dzikir Jahr maupun dalam bentuk Sirr. Secara rinci Syaikh Ahmad Khatib
merumuskan cara-cara meresapi zikir kepada Allah agar sampai pada tingkat
hakikat atau kesempurnaan, yaitu Pertama, Salik hendaklah
berkonsentrasi dan membersihkan hatinya dari segala cela sehingga dalam hati
dan fikirannya tidak ada sesuatu pun selain Zat Allah, Kemudian meminta
limpahan karunia dan kasih sayangnya serta pengenalan yang sempurna melalui
perantaraan Mursyid (Syaikh). Kadua ketika mengucapkan
lafal-lafal dzikir terutama Nafyi wa Itsbat La Ilaaha Illa Allah,
hendaknya salik menarik gerakan melalui suatu trayek dibadannya, dari pusat
perut sampai ke otak kepalanya. Kemudian ditarik kearah bahu kanan dan dari
sana dipukulkan dengan keras ke jantung. Disini kepala juga ikut bergerak
sesuai dengan trayek zikir. Dari bawah ke atas ditarik kata” La ” dengan ukuran
tujuh mad, kemudian kata ilaha ditarik ke bahu kanan dengan ukuran yang sama
dan akhirnya kata ” illallah ” dipukulkan ke jantung dengan ukuran yang lebih
lama sekitar tiga mad. Dan yang ketiga dengan memusatkan zikir pada
titik-titik halus (Lathaif) dalam anggota badan. Titik-titik halus semacam
Lathifah al-Qalb terletak di bawah susu kiri berukuran dua jari. Lathifah ar-Ruh
terletak di bawah susu kanan berukuran dua jari. Lathifah as-Sirr terletak
bertepatan dengan susu kiri berukuran dua jari. Lathifah al-Khafy letaknya
bertepatan dengan susu kanan berukuran dua jari. Lathifah al-akhfa letaknya di
tengah dada dan Lathifah an-Nafs letaknya dalam dahi dan seluruh kepala.
Seadangkan unsur unsur yang empat (Anashir al-Arbaah) adalah seluruh anggota
badan harus merasakan zikir dan merasakan hakikatnya. Maka di sinilah seluruh
anggota badan dituntut untuk menyempurnakan dan melengkapi dalam membantu gerak
zikir Lathaif tadi.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
C. Kesimpulan
- Berdasarkan Uraian sebelumnya dapat
difahami bahwa Tarekat
sebanarnya telah ada Sejak munculnya Islam yakni tatkala Rasulullah
SAW melakukan Takhannus atau berkhalwat di Gua Hira. Apa yang
dilakukan Rasullah ini selain untuk mencari ketenangan hati dan
kebersihan jiwa juga yang terpenting adalah mendekatkan diri kepada
Allah SWT dengan khusyu. Sebagaimana pula halnya para penganut
Tarekat pada Umumnya yang berusaha memaknai hidup ini dengan
berusaha semaksimal mungkin mendekatkan diri kepada Allah SWT
melalui Tarekat. - Banyaknya Tarekat-tarekat yang tumbuh
dan berkembang di Dunia
Islam (Dinasti-dinasti Islam di Persia atau Jazirah arab dan sekitarnya) berdampak pula dengan menyebarkan Tarekat-tarekat ini di Nusantara. Diantara Faktor yang menyebabkan cepatnya tarekat ini berkembang di Nusantara adalah karena jalur perdagangan melalui laut yang sudah lancer yang bisa menghubungkan satu daerah dengan daerah lain di Nusantara bahkan di Dunia, Faktor lainnya adalah adanya kesadaran Ulama-ulama Indonesia untuk mendalami ilmu agama khususnya di luar Nusantara seperti di Makkah. - Tarekat tidak bisa dibatasi dari aspek
pemaknaan saja bersadarkan
pemahaman yang telah berkembang sebelumnya yakni bahwa Tarekat
merupakan jalan atau metode yang ditempuh untuk mendekatkan diri
sedekat mungkin dengan Allah SWT. Kenyataannya bahwa Tarekat itu memiliki makna lain yang bisa lebih spesifik misalnya Tarekat di maknai sebagai faham Mistik yang dapat mendatangkan kekuatan gaib dan semacamnya.
Daftar pustaka
Arnold, Thomas Walker The Preaching of islam, A History of the
propagation of the muslim faith, Lahore: Asraf Printing Press, 1979.
Al Aziz S Moh. Saifullah, risalah memahami ilmu tasawuf,cet.I
;Surabaya ; terbit terang, 1998
Al Barsyany, Noer Iskandar,Tasawwuf, Tarekat dan
Para Sufi,Jakarta: Grafindo, 2001.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Ensiklopedi Islam, Jild 5, Cet; IV Jakarta : PT
Ichtiar baru van hoeve, 1997
Mulyati, Sri,Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di
Indonesia,Jakarta: Kencana, 2006
syihab ,Alwi, islam pertama dan pengaruhnya hingga kini di Indonesia,cet;
II, bandung :mizan media utama, 2002
Azyumardi Azra, Islam di Asia Tenggara : Pengantar Pemikiran dalam
Azyumardi Azra(Peny), jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1989.
Suryanegara,
Mansur Ahmad,Menemukan Sejarah Rencana Pergerakan Islam di Indonesia,
Cet; IV bandung: Mizan, 1998
H.M.Laili
Mansur, ajaran dan teladan para sufi,Jakarta: srigunting, 1996.
H.A Fuad Said, Hakekat
Tarekat Naqsyabandiyah, (Jakarta : Al-Husna Zikra, 1996)hlm 23.
Azyumard Azra,
Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII:
Melacak Akar-Akar Pembaruan Pemikiran Islam di Indonesia, Bandung:Mizan,
1998
Hamid, Abu,
Syeikh Yusuf Tajul Khalwat; Suatu Kajian Antropologi Agama, Ujung Pandang,
Disertasi Ph.D Universitas Hasanuddin, 1990
C.Snouck
Hurgronje, Aceh : Rakyat dan Adat Istiadatnya , Jakarta : INIS, 1997
Van Bruinessen,
Martin, Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia, Bandung: Mizan Cet:IV,1996.
Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan
Politik Antikolonialisme Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Pulau Jawa,Bandung,
Pustaka Hidayah, Cet: I, 2002.
[1][1]
Thomas Walker Arnold, The Preaching of islam, A History of the propagation
of the muslim faith (Lahore: Asraf Printing Press, 1979), 364
[2][2] Moh. Saifullah Al Aziz S, risalah
memahami ilmu tasawuf,(cet.I ;Surabaya ; terbit terang, 1998) h.10
[4][4]Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan , Ensiklopedi Islam,
Jild 5, (Cet; IV Jakarta
: PT Ichtiar baru van hoeve, 1997), h.66
[5][5] Sri Mulyati,Mengenal dan
Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia,(Jakarta: Kencana, 2006)
hal. 8
[7][7]
Alwi syihab, islam pertama dan pengaruhnya hingga kini di Indonesia,(cet;
II, bandung :mizan media utama, 2002),hal.12
[8][8] Azyumardi Azra, Islam di
Asia Tenggara : Pengantar Pemikiran dalam Azyumardi
Azra(Peny), (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia), 1989.hlm XIV
Azra(Peny), (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia), 1989.hlm XIV
[9][9]
Mansur
Ahmad Suryanegara,Menemukan Sejarah Rencana Pergerakan Islam di Indonesia,(
Cet; IV bandung: Mizan, 1998)hal. 157
[17][17] Azyumard Azra, Jaringan
Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII: Melacak Akar-Akar
Pembaruan Pemikiran Islam di Indonesia, (Bandung:Mizan, 1998)hlm 212
[18][18] Abu Hamid, Syeikh Yusuf
Tajul Khalwat; Suatu Kajian Antropologi Agama, (Ujung Pandang, Disertasi
Ph.D Universitas Hasanuddin, 1990), hlm 181
[19][19] C.Snouck Hurgronje, Aceh : Rakyat
dan Adat Istiadatnya , (Jakarta : INIS, 1997).hlm.182-183
[21][21] Martin Van Bruinessen, Tarekat
Naqsyabandiyah di Indonesia, (Bandung: Mizan Cet:IV,1996), hlm 89
[22][22]
Ajid Thohir, Gerakan Politik Kaum Tarekat: Telaah Historis Gerakan
Politik Antikolonialisme Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah di Pulau Jawa,(Bandung,
Pustaka Hidayah, Cet: I, 2002), h 49
Tidak ada komentar:
Posting Komentar